Sekumpulan burung Pelikan, Camar dan Angsa terbang indah di udara.
Suatu atraksi udara yang sangat menakjubkan! Ada rasa iri yang dapat
dimengerti saat manusia menyaksikan pertunjukan ini. Ternyata semua akal budi
dan kepandaian manusia belum dapat menyaingi kemampuan burung yang
dapat terbang dengan mulus dan sempurna tanpa menggunakan alat bantu
mesin‐mesin besar yang mengeluarkan suara bising yang memekakkan telinga
seperti pesawat‐pesawat ciptaan manusia. Apa rahasianya? Bagaimana burung
bisa terbang, mengalahkan semua keterbatasan akibat berat tubuh mereka dan
gravitasi bumi? Mereka bahkan selalu terbang sebagai kawanan burung yang
dengan kompak menjelajahi udara dengan gerak‐gerik yang indah. Kalah
kompakkah manusia?
Atraksi terbang burung‐burung di udara ini ternyata melibatkan ilmu
fisika. Ada 4 jenis gaya yang terlibat dalam atraksi udara tertua ini.
1. Drag Force, yaitu gaya hambat udara. Gaya ini berasal dari tumbukan
molekul‐molekul udara dengan tubuh burung. Arah gaya ini selalu
berlawanan dengan arah gerak burung. Sedangkan besar gaya ini sangat
Gambar 1 Seekor pelikan sedang beratraksi di udara tergantung pada luas permukaan burung dan kecepatan burung.
Semakin luas permukaan burung semakin besar gaya hambatnya.
Semakin cepat burung bergerak semakin besar pula gaya hambatnya ini.
Suatu ilustrasi yang dapat menggambarkan drag‐force (hambatan) udara
ini adalah hambatan yang dirasakan saat kita berjalan melawan arah
angin yang kencang. Hambatan ini semakin terasa besar ketika kita
membuka lengan kita lebar‐lebar (memperluas permukaan tubuh kita)
atau ketika kita bergerak lebih cepat.
2. Lift Force (gaya angkat) merupakan gaya yang mengangkat burung ke
atas. Ada 2 hal yang dapat menimbulkan gaya angkat ini: kepakan sayap
dan aliran udara yang lewat sayap. Ketika burung mengepakkan sayap ke
bawah, burung menekan udara ke bawah, akibatnya udara akan menekan
balik dan mendorong burung ke atas (hukum aksi‐reaksi). Semakin cepat
kepakan sayap, semakin besar gaya keatasnya. Itu sebabnya burung
merpati yang hendak terbang akan mengepakan sayapnya secara cepat.
Burung yang berat seperti Kori Bustard dari Afrika tentu harus
mempunyai otot dada yang kuat sehingga mampu mengepakan sayap
lebih cepat untuk mengangkat tubuhnya yang gembrot itu (19 kg).
(Karena ototnya keras, daging Kori Bustard keras....kurang enak dimakan). Udara yang
mengalir lewat bagian atas sayap akan bergerak lebih cepat karena udara
ini harus menempuh lintasan yang lebih jauh. Akibatnya tekanan dibagian
ini lebih kecil dibandingkan dengan tekanan udara dibawah sayap.
Perbedaan tekanan ini memberikan gaya angkat pada burung. Semakin
melengkung (semakin aerodinamis) sayap semakin besar gaya angkatnya.
3. Thrust (gaya dorong) yaitu gaya yang mendorong burung bergerak maju.
Gaya ini dihasilkan melalui kepakan sayap yang bergerak seperti angka 8
rebah (dilihat dari samping). Kepakan sayap menghasilkan suatu pusaran
udara (vorteks) yang dapat memberikan suatu dorongan bagi burung
untuk bergerak maju di udara. Besar‐kecilnya gaya dorong ini sangat
tergantung pada kekuatan otot terbang.
4. Weight (gaya berat) yaitu gaya tarik gravitasi bumi. Besarnya sangat
tergantung pada massa burung. Arahnya vertikal ke bawah.
Kombinasi ke 4 gaya ini dimanfaatkan burung untuk melakukan berbagai
atraksi seperti parachutting (gerak parasut), gliding (meluncur), flight (terbang
ke depan), dan soaring (membubung) (pintar yach burung‐burung ini....)
Parachuting (gerak parasut)
Gerak parasut merupakan gerak jatuh di udara (bisa miring bisa pula vertikal).
Sudut miringnya lebih besar dari 450
terhadap garis mendatar. Untuk melakukan
gerak parasut, burung rajawali harus memperbesar gaya hambatnya (drag force)
caranya adalah dengan memperbesar luas permukaannya (misalnya dengan
melebarkan sayapnya).
Gliding (meluncur)
Gliding (meluncur) yaitu gerak jatuh yang membentuk sudut lebih kecil dari 45°
dengan garis mendatar. Fokus utama dalam gliding adalah meluncur semendatar
mungkin. Ini dilakukan dengan memperkecil gaya hambat udara. Dalam
melakukan gliding burung Fulmar dapat menempuh jarak mendatar 8,5 meter
tetapi hanya turun 1 meter saja. Burung pemakan bangkai (Vultures) lebih bagus
lagi, burung ini dapat menempuh jarak mendatar 22 jarak meter dengan turun
hanya 1 meter.
Flight (terbang)
Gerakan flight (terbang) dilakukan dengan mengepakkan sayap. Kepakan
sayap digunakan untuk menghasilkan gaya dorong ke depan (thrust) dan gaya
angkat (lift). Gaya dorong dan gaya angkat ini dapat diatur oleh burung untuk
mengendalikan arah, kecepatan, dan ketinggiannya (ternyata otak burung cukup
cerdas untuk menghitung fisika he...he..he.....).
Ketika burung hantu turun dengan kecepatan tinggi untuk menangkap
tikus, burung hantu mengecilkan drag force dengan merampingkan tubuhnya
atau menekuk sayapnya. Ketika sudah dekat dengan mangsanya (akan mendarat), burung hantu memperlambat gerakannya dengan memperbesar drag
force yaitu dengan mengembangkan sayapnya (wuiii ...hebat sekali ilmu fisika
burung hantu ini...)
Soaring (gerak membubung)
Gerak membubung merupakan gerak naik tanpa mengepakkan sayap. Gerakan
ini dapat dilakukan dengan memanfaatkan arus udara. Akibat pemanasan
matahari suhu udara yang dekat permukaan bumi menjadi lebih panas, udara
panas ini akan naik ke atas dan menimbulkan arus udara ke atas. Arus udara
inilah yang dimanfaatkan oleh burung rajawali untuk membubung tinggi tanpa
perlu mengepakan sayapnya yang besar (hemat energi lho...). Burung camar atau
burung albatros, lain lagi. Untuk membubung, burung camar memanfaatkan
arus udara yang dipantulkan oleh permukaan air laut. Itu sebabnya burung camar
selalu berada dekat‐dekat dengan permukaan laut.
Parade Burung Terbang
Pernah lihat angsa atau burung terbang bermigrasi (berpindah tempat)?
Angsa ini umumnya terbang berkelompok membentuk suatu parade yang sangat
indah, jarang ditemukan angsa terbang jauh sendirian. Selain untuk
meningkatkan keamanan terhadap serangan predator, kebersamaan itu juga
mengurangi resiko tersesat di jalan saat melakukan migrasi jarak jauh. Dalam
melakukan migrasi dari satu tempat ke tempat lain angsa‐angsa ini
memanfaatkan medan magnetik bumi sebagai penunjuk arah.
Dalam melakukan parade, angsa‐angsa ini seringkali membentuk formasi
seperti huruf V (gambar 4). Angsa yang paling depan (pemimpin) merupakan
pembuka jalan yang harus bekerja keras “memecah” hambatan udara, sehingga
angsa dibelakangnya dapat bergerak lebih mudah. Ketika pemimpin ini lelah, temannya segera menggantikan posisinya (wah ternyata angsa tidak
egois ...nggak mau enak sendiri).
Dalam formasi huruf V ini gerakan angsa‐angsa dalam kawanan ini sangat
sinergi sehingga mereka tidak perlu keluar tenaga terlalu besar (pemakaian
energi lebih efisien) untuk melakukan perjalanan yang jauh (wah tampaknya kita
harus belajar dari angsa dalam bekerja sama...).
Angsa‐angsa ini tampak kompak sekali, seakan‐akan tidak pernah ada
yang salah arah. Sebenarnya berbagai kesalahan arah terbang tetap terjadi,
hanya saja kesalahan itu dapat dengan cepat dileburkan sehingga tidak terlihat
mempengaruhi arah terbang kawanan. Pada gambar 4, sekumpulan angsa
sedang bergerak ke arah utara. Jika satu angsa menyimpang dari posisi (1) ke
posisi (2) lalu ke posisi (3) dan (4), maka angsa‐angsa lain akan berusaha
menyesuaikan diri (dengan memperhatikan aliran udara dan kondisi udara
disekitarnya) sedemikian sehingga terjadi perubahan posisi tetapi arah gerak
kawanan tetap tidak berubah yaitu tetap ke arah utara. Eh tahu nggak... konsep
perubahan posisi ini dapat diterapkan dalam ilmu manajemen modern lho.
Menurut konsep ini jika ada seorang mempunyai ide yang dapat
menyimpangkan arah perusahaan tetapi menguntungkan perusahaan itu, orang
ini tidak akan dikucilkan. Teman‐temannyalah yang akan menyesuaikan diri
sedemikian sehingga misi dan visi perusahaan tetap tidak berubah, walaupun
mungkin posisi teman‐temannya itu bisa berubah (wah keren... belajar dari
angsa).
Memang asyik mengamati gerakan‐gerakan burung. Ternyata dalam ilmu
fisika kita harus banyak belajar dari burung. Begitu indah dan mempesonanya
atraksi fisika yang mereka pertontonkan di udara selama jutaan tahun sehingga
rasanya kita ini tidak ada apa‐apanya.